Kamis, 30 April 2009

JAWABAN PENUGASAN STUDI KEPUSTAKAAN

1) Telaahan pribadi mengenai surat kabar Republika dan Suara Pembaruan.
Republika merupakan koran nasional yang diprakarsai oleh kalangan komunitas muslim dan diperuntukkan bagi publik di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan titik puncak dari sebuah usaha panjang kalangan umat muslim, khususnya para wartawan profesional muda yang dipimpin oleh mantan wartawan Tempo, Zaim Uchrowi yang telah menempuh berbagai langkah untuk menghadirkan suatu surat kabar yang bernafaskan Islami dan mencoba untuk memperjuangkan hak-hak kaum muslim dalam berdemokrasi. Kehadiran dan keterlibatan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dalam surat kabar inilah yang mampu menembus pembatasan ketat pemerintah untuk mengeluarkan ijin penerbitan dan akhirnya saat itu memungkinkan upaya-upaya tersebut berbuah, sehingga harian Republika terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993. Harian Republika diterbitkan pertama kali oleh perusahaan PT Abdi Bangsa. Namun setelah BJ Habibie tidak lagi menjadi presiden dan seiring dengan surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham mayoritas PT Abdi Bangsa, maka pada akhir tahun 2000, mayoritas saham koran ini dimiliki oleh kelompok Mahaka Media. PT Abdi Bangsa selanjutnya menjadi holding company, dan kemudian koran Republika berada di bawah naungan PT Republika Media Mandiri yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Abdi Bangsa. Di bawah bendera Mahaka Media, kelompok ini juga menerbitkan majalah ‘Golf Digest’, koran berbahasa mandarin ‘Harian Indonesia’, majalah ‘Parents’, majalah ‘a+’, radio ‘Jak FM’, dan ‘JakTV’. Selain itu Mahaka Media juga melakukan kolaborasi dengan kelompok radio ‘Prambors’, terutama radio ‘Female’ dan ‘Delta’. Walau telah berganti kepemilikan, Republika tidak mengalami perubahan visi maupun misi. Namun harus diakui dengan adanya perbedaan gaya dibandingkan dengan terbitan sebelumnya, dimana hal itu dapat dilihat dari sentuhan bisnis dan independensi Republika menjadi lebih kuat. Karena itu, secara bisnis, koran ini terus berkembang. Republika menjadi makin profesional dan matang sebagai koran nasional untuk komunitas muslim.

Suara Pembaruan pertama kali diterbitkan pada tanggal 27 April 1961 dengan nama Sinar Harapan yang dikelola oleh PT. Sinar Kasih. Pada tahun 1986 harian umum ini dicabut ijin terbitnya oleh pemerintah Orde Baru. Namun HG Rorimpandey selaku pemimpin umum, terus mencari dan menggalang dana serta cara untuk dapat kembali menerbitkan Sinar Harapan. Jerih payah tersebut membuahkan hasil ketika pada tanggal 4 Februari 1987 pengelola diijinkan kembali menerbitkan koran dengan nama baru yaitu Suara Pembaruan dengan nama penerbit baru yakni PT. Media Interaksi Utama setelah melalui negosiasi yang panjang dengan pihak pemerintah, dan tentunya susunan personalia redaksi juga baru. Koran baru ini memiliki konsep yang tidak jauh berbeda dengan koran sebelumnya termasuk logo dan rubrikasinya. Setelah era reformasi, beberapa pihak di internal Suara Pembaruan keluar dan menerbitkan kembali Sinar Harapan, dan hingga saat ini kedua koran yang pada dasarnya dari akar yang sama menjadi bersaing di pasar koran sore. Suara Pembaruan sendiri terbit setiap hari dengan edisi Minggunya sudah diedarkan di pasar bersamaan dengan edisi Sabtu sore. Tidak seperti edisi hariannya yang penuh dengan berita berat seperti politik, ekonomi, hukum dan lain-lain, edisi Minggu Suara Pembaruan bercorak lebih santai dan lembut. Beritanya dikemas lebih ringan untuk menemani akhir pekan para pembacanya. Sejak tahun 2006, Suara Pembaruan memiliki kemitraan strategis dengan Globe Media Group, sebuah grup penerbit yang mengelola beberapa media cetak diantaranya adalah koran bisnis Investor Daily, Majalah Investor, majalah Globe Asia, dan koran berbahasa Inggris The Jakarta Globe. Seperti halnya koran-koran mainstream pada umumnya, Suara Pembaruan terbit dalam versi cetak, versi online (www.suarapembaruan.com) dan versi e-paper (epaper.suarapembaruan.com). Peredaran Suara Pembaruan meliputi sekitar 85% di Jabodetabek dan 15% di kota-kota lain di Indonesia. Banyak kalangan menilai Suara Pembaruan adalah koran sore terbesar di Indonesia. Menurut Nielsen Media Research, profil pembaca Suara Pembaruan adalah pria (67%), usia 30-39 tahun (51%), usia 20-29 tahun (38%), SES A1, A2 (40%), white collar (56%), blue collar (25%), pendidikan SLTA (58%) dan universitas (25%). Dari kontennya dapat terbaca bahwa Suara Pembaruan merupakan koran berbasis nasrani, dimana hal tersebut dapat dilihat dari artikel-artikelnya yang cenderung mendukung umat kristiani.

Dari kedua surat kabar tersebut didapat persamaan yaitu kedua-duanya sangat menghindari artikel dan posting gambar yang menjurus pornografi, selain itu juga sama-sama memuat kritik terhadap pemerintah dan juga berita disampaikan dengan gaya bahasa yang santun dan tidak vulgar. Nada-nada kalimat yang disampaikan juga halus disertai judul dengan ritme yang datar/tidak meninggi, dengan harapan pembacanya dapat menerima pesan yang disampikan secara lebih santai namun mengena pada intinya.
2) Dari fungsi agenda setting hal ini dapat diberikan suatu penjelasan bahwa kedua surat kabar tersebut sebagai salah satu media massa yang populer di Indonesia tentunya memiliki kesempatan yang sangat luas, bahkan untuk memberitakan suatu peristiwa. Dengan adanya kesempatan tersebut, maka masing-masing penerbit tentunya memiliki misi dan tujuan masing-masing. Sebagai agen berita, setiap media massa akan melakukan proses pengemasan pesan dimana proses tersebut akan mampu menyebabkan sebuah peristiwa atau bahkan orang/organisasi tertentu memiliki citra di kalangan masyarakat sesuai keinginan si penerbit tersebut, baik Republika maupun Suara Pembaruan.

Dalam kasus ini kedua surat kabar tersebut secara tersirat ingin mengetengahkan suatu pemikiran mengenai dukungan terhadap agama/kepercayaan tertentu dengan memanfaatkan cara penulisan, gaya bahasa, simbol-simbol termasuk letak dan gambar artikel untuk membentuk suatu opini khalayak mengenai wacana yang sedang nge-trend. Keadaan tersebut dibumbui dengan pemberian judul yang meyakinkan masyarakat bahwa berita tersebut perlu dibaca dan menghenyakkan benak pembaca.
Namun perlu diperhatikan bahwa media massa sesungguhnya sangat mudah untuk dijadikan sebagai agen politik, sehingga apapun faktor yang mempengaruhi, jika sebuah media sudah menjadi agen politik, maka persoalan obyektifitas dalam pemberitaan politik akan menjadi hal yang krusial. Apalagi karakteristik utama berita adalah pembentukan opini publik. Dengan menjadi saluran komunikasi saja, media dapat menyumbang pada pembentukan opini publik, apalagi jika dijadikan agen politik.

Publik dalam komunikasi politik, khususnya di Indonesia secara umum memiliki keterikatan secara ideologis dengan organisasi/partai atas dasar agama, nasionalisme, ataupun kerakyatan. Pada harian Republika dapat tersirat bahwa pemberitaan mengenai demo anti Israel yang dilakukan oleh PKS yang dipimpin langsung oleh prsiden PKS Tifatul Sembiring adalah bertujuan membela Tifatul dengan harapan terbentuk suatu opini publik untuk mengesampingkan kenyataan bahwa demo tersebut dijadikan ajang kampanye yang berbuntut pelanggaran karena dilakukan sebelum waktunya. Akhirnya opini yang terbentuk adalah demo tersebut merupakan aksi solidaritas terhadap sesama umat Islam sehingga banyak orang yang mau mendukung PKS dalam pemilu nantinya. Melalui tulisan ini diharapkan juga mudah bagi kita untuk menyoroti liputan politik yang memiliki banyak sisi dan terkait satu sama lain, dimanaada kesadaran memilih bahasa dan simbol, adakiat tertentu dalam memilih fakta dan pengemasan pesan dan ada keseiaan memberi ruang atau agenda untuk merilisnya. Selain itu juga PKS tentunya telah memperhitungkan berbagai faktor internal maupun eksternal dari harian Republika, baik itu faktor idealisme yang sama-sama Islam, kepentinagn ekonomi dan politik, maupun ideologis yang ingin dibentuk.

Tidak ada bedanya dengan harian Suara Pembaruan yang memberitakan mengenai dukungan yang kuat terhadap upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Kristen suku Batak di dalam pembentukan Propinsi Tapanuli, dengan alasan selama ini hasil produksi daerah/profit yang didapat tidak pernah sampai ke pedalaman Tapanuli karena selama ini dirasa profit yang didapat daerah hanya terganjal di Pemprov Sumatera Utara dan di Medan. Dari artikel tersebut dapat disiratkan bahwa adanya kepentingan di balik suatu pemberitaan yang mengatas namakan solidaritas persamaan agama dan suku, oleh karena itu Suara Pembaruan dipilih oleh para tokoh-tokoh tersebut untuk menyuarakan masyarakat Tapanuli (khususnya yang beragama Kristen) melalui dasar persamaan idealisme.

Selaras dengan metodologi yang dipakai, secara hipotetikal kita dapat mengatakan, jika melalui teks yang dibuatnya sebuah media melakukan pembelaan yang kuat terhadap sebuah kekuatan politik termasuk partai politik maka dapt dikatakan bahwa media itu memiliki tujuan-tujuan politik dan/atau ideologis di balik teks yang dibuatnya. Jika sebuah media lebih mengutamakan peristiwa-peristiwa kontroversial dari sebuah kegiatan politik sebagai komoditas berita tanpa pembelaan ideologis terhadap kekuatan politik itu, media tersebut bisa dikatakan lebih berorientasi pada pasar penjualan atau keuntungan saja. Andaikata media itu lebih mengutamakan kejelasan peristiwa politik tanpa pretensi ideologis dan ekonomis, maka kita dapat simpulkan mungkin media tersebut benar-benar ingin bersikap idealis untuk kepentingan semua golongan. Namun seperti yang telah diterangkan di atas sebelumnya mengenai surat kabar Republika dan surat kabar Suara Pembaruan, kedua-duanya nampak memiliki pembelaan yang sangat mendalam terhadap suatu organisasi politik yang berbasis persamaan agama dan kepercayaan, sehingga kita benar-benar percaya bahwa media massa dapat dijadikan sebagai agen politik untuk meloloskan kepentingan suatu idealisme.
3) Media massa sebagai corong aspirasi publik, sebagai mata dan telinga masyarakat, dapat mengkonstruksi realitas masyarakat. Ketika media massa turut meributkan pergantian jabatan di lingkungan TNI dan Polri, sebenarnya dapat dijadikan suatu indikasi bahwa TNI masih tetap menarik perhatian serta tidak lepas dari pencermatan publik. Namun di balik itu semua ada yang perlu kita ingatkan kepada media massa dalam mempublikasikan suatu informasi dan berita. Menurut pendapat saya sendiri kegiatan yang berlangsung dengan segala dinamisasinya di lingkungan TNI seharusnya bukan menjadi sesuatu yang perlu dikonsumsi oleh publik sipil, akan tetapi di negara ini kekuatan penyebaran informasi dan berita milik TNI dan Polri masih kurang kuat kedudukannya, sehingga dirasa perlu adanya pemanfaatan penyebaran informasi dan berita tentang TNI dan Polri melalui media massa sipil. Berbagai analisis spekulatif yang dilansir terdapat pihak-pihak yang berkepentingan di baliknya, yang tendensinya menekan Presiden atau Panglima TNI untuk mendudukkan seseorang dalam jabatan tertentu. Usulan-usulan yang selama ini kita lihat dari sejumlah politikus, sebagaimana disampaikan ,elalui media massa seolah mereka mempunyai kewenangan dan hak untuk mengatur organisasi TNI dan Polri. Hal ini perlu kita waspadai mengingat aneka usulan yang seolah memaksa itu hanya akan memberi pendidikan yang keliru kepada masyarakat. Oleh karena itu, bagi kebanyakan publik figur (termasuk pejabat TNI dan Polri), media massa akan dilihat sebagai sesuatu yang sangat ‘menggairahkan’. Bagi mereka media tak ubahnya sebagai cermin, yang setiap saat dapat dipakai untuk melihat dirinya sendiri. Melalui media, segala kegiatannya akan dapat dinilai masyarakat umum, hingga terbentuklah opini serta image massa tentang dirinya dan organisasi. Bila demikian sudah sewajarnya jika TNI dan Polri memperhitungkan betul kekuatan media massa, karena dalam hitungan singkat media massa dapat melambungkan atau sebaliknya menghempaskan seseorang.
Pemberitaan yang beredar memang tidak akan sama porsinya di setiap media, apalagi skala coverage masing-masing media adalah lingkup nasional dan pada saat yang bersamaan ada pemberitaan lain yang lebih menarik dan informatif untuk diliput daripada pemberitaan eksklusif dari kalangan tertentu, meski itu adalah liputan dari militer Indonesia, akan tetapi berita serah terima jabatan di kalangan militer bukanlah hal yang baru atau menarik bagi setiap pembaca. Selain itu pemberitaan mengenai sertijab Kapolda Jaya dan Camat jauh lebih dekat secara emosional dan sosial dengan setiap lapisan masyarakat dan sifat eksklusifitas pemberitaan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pemberitaan sertijab Kasau. Di dalam struktur sosial masyarakat, posisi Kapolda Jaya dan Camat sifatnya lebih dekat kepada semua lapisan masyarakat terutama di daerah Jakarta, dimana semua orang sudah lebih mengenal dan memahami fungsi serta tugas Kapolda Jaya dan Camat yang jelas memiliki pengaruh langsung terhadap struktur masyarakat sehingga dapat dianggap memenuhi karakteristik universalitas; misalnya Kapolda Jaya dari sisi keamanan dan ketertiban lingkungan dengan kepolisian sebagai ujung tombaknya sedangkan Camat dilihat dari sisi administrasi pemerintahan, sosial dan budaya masyarakat setempat; dibandingkan dengan fungsi dan tugas Kasau yang sifatnya eksklusif hanya kepada lingkungan TNI AU, lingkungan kemiliteran dan keamanan pemerintahan serta negara, selain itu tugas dan tanggung jawabnya lebih kepada lingkungan TNI AU dan keamanan negara yang dampaknya tidak langsung kepada masyarakat luas. Lain halnya jika yang meliput adalah media internal militer atau TNI AU sendiri misalnya Angkasa Online, Buletin, website TNI AU dan Mabes TNI misalnya yang pasti akan memberikan laporan pemberitaan secara mendalam mengenai sertijab tersebut karena memang kepentingan dan exposure ke dalam lingkungan TNI AU sangat tinggi, karena dianggap sebagai salah satu posisi penting di dalam lingkungan TNI AU.
Dilihat dari sisi agenda setting, pemberitaan media mengenai sertijab Kasau bisa saja dianggap tidak sesuai dengan agenda media dan agenda publik tapi lebih kepada agenda mengenai kebijakan tertentu (rotasi pejabat) sehingga nilai jual berita tersebut jika dibandingkan pemberitaan lain yang sejenis persentasenya lebih sedikit. Namun, sesungguhnya pemberitaan sertijab tersebut bisa saja menjadi besar jika pihak TNI AU memberikan arahan yang tepat, apa manfaat dan nilai pemberitaan yang dianggap ‘penting’ tersebut dan bukan sekedar memberikan pengarahan dan undangan kepada pihak pers untuk meliput lalu tidak melakukan pengawasan, monitoring, dan pendekatan yang baik dengan pihak pers agar pemberitaan tersebut dapat memberikan nilai lebih bagi TNI AU, dan perlu kita sadari juga bahwa tidak semua pihak paham dan mengerti apa saja kegiatan yang dilakukan oleh TNI AU, terutama pihak pers yang sebagian besar tidak terlalu mengenal dunia kemiliteran.
Pemberitaan yang diberikan adalah mengenai terjadinya kecelakaan pesawat, kegiatan militer di daerah konflik, kebijakan baru mengenai pengamanan negara dan alutsista, atau misalnya mengenai kegiatan, penghargaan atau keberhasilan-keberhasilan TNI AU lainnya yang secara tidak langsung akan menimbulkan rasa ingin tahu adanya unsur sosial, ideologi dan politik pasti akan menarik pembaca karena memiliki informasi yang menarik pembaca. Selain itu konsep publikasi berita dan liputannya masih harus melalui beberapa tahap, misalnya pihak redaksi yang masih harus mengedit ulang keseluruhan liputan sesuai dengan kepentingan media dan informasi apa yang dianggap layak atau penting untuk diinformasikan kepada masyarakat, dan apakah ada unsur lainnya yang terikat kepada pemberitaan tersebut. Camat memegang peranan dalam kehidupan masyarakat seperti dalam pembuatan KTP, izin pembangunan suatu proyek, jual beli tanah dan sebagainya sehingga terlihat jelas tugas Camat menyangkut pada banyak orang dibandingkan dengan seorang Dankodikau bahkan Kasau sekalipun yang hanya terbatas pada institusi TNI AU.
4) Media massa biasanya cenderung lebih tertarik kepada berita-berita yang negatif seperti kasus personel atau bahkan kecelakaan pesawat. Namun menurut pendapat pribadi saya topik atau issue yang dapat dipublikasikan secara positif oleh TNI AU kepada media bisa mengenai prestasi Wanita Angkatan udara yang berkemampuan khusus layaknya prajurit pria, antara lain pilot/penerbang wanita, wara yang berprofesi sebagai tekhnisi pesawat terbang, pameran kedirgantaraan atau seperti mengadakan Indonesian Air Show, akan sangat mendapat perhatian atau momen lain seperti kegiatan yang berkenaan mengenai alutsista yang dipunyai oleh TNI AU serta kemampuan alutsista tersebut karena rakyat Indonesia haus akan informasi tentang kekuatan pertahanan negaranya sendiri terutama mengenai pertahanan udara seperti kita ketahui bersama sangat jarang sekali di media massa mengenai persenjataan dan kekuatan yang dipunyai oleh TNI AU, selain itu banyak rakyat Indonesia ingin mengetahui kemana pajak yang dibayarkan mereka kepada Negara dan digunakan sebagai apa didalam penggunaannya di TNI AU melalui persenjataan atau kekuatan alutsista di TNI AU.

a. Kekuatan dan kemampuan TNI AU. Kekuatan dan kemampuan TNI AU yang sarat dengan teknologi modern/canggih merupakan berita yang menarik bagi masyarakat sehingga masyarakat Indonesia akan ikut bangga (termasuk Pemerintah/anggota DPR) akan kehebatan yang dipunyai TNI AU. Kekuatan TNI AU yaitu seperti pesawat terbang (tempur, transport dan helikopter), rudal dan radar yang berteknologi canggih tetapi dengan catatan mungkin tetap merahasiakan jumlah kekuatan yang nyata untuk rahasia negara.

b. Perekrutan/penerimaan anggota TNI AU terutama penerbang. Perekrutan anggota TNI AU merupakan suatu lapangan kerja yang termasuk layak dan yang berkeinginan membina karier di TNI AU terbuka bagi masyarakat umum terutama untuk generasi muda. Masalah lapangan kerja merupakan hal yang dicari oleh masyarakat/generasi muda sehingga TNI AU dengan membuka lapangan kerja tersebut untuk umum. Generasi muda sekarang yang suka tantangan dalam hal pekerjaan/profesi, apalagi menjadi seorang penerbang militer merupakan suatu cita-cita yang didambakan.

c. Olah raga Dirgantara. Olah raga dirgantara bagi sebagian besar masyarakat kita adalah hal yang masih langkah. Sebenarnya masyarakat banyak yang tertarik untuk menggeluti olah raga dirgantara dengan jenis dan tantangan yang beraneka ragam. Masalahnya adalah sulitnya masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan ini, ditambah lagi dengan pengaruh lingkungan militer yang bagi sebagian masyarakat menjadi pertembangan tersendiri. Kalau TNI AU bisa lebih berani untuk mempromosikan hal ini lebih luas tidak menutup kemungkinan Ordirga akan menjadi salah satu olah raga yang akan populer dikemudian hari. Hubungannya dengan tugas TNI AU adalah dalam bidang BINPOTDIRGA, dimana melalui kegitan Ordirga kita dapat menarik minat dirgantara masyarakat yang lambat laun dapat kita pupuk untuk dijadikan sebagai kekuatan cadangan dan kekuatan pendukung TNI AU.

d. Kegiatan atau Latihan TNI AU. Kegiatan TNI AU seperti latihan-latihan yang dilaksanakan TNI AU seperti Latihan bersama, latihan operasi udara (Rajawali Perkasa, Jalak Sakti, Angkasa Yudha dan lain-lain), latihan survival yang bekerja sama dengan awak pesawat sipil/komersial merupakan berita menarik dan tentunya banyak masyarakat yang ingin mengetahui tentang kegiatan yang dilakukan TNI AU. Selain itu tentang kegiatan yang berhubungan dan pelayanan kepada masyarakat seperti Karya Bakti TNI AU, AMD, memberi pengobatan gratis pada masyarakat, khitanan masal secara gratis sehingga masyarakat akan lebih mengenal tentang TNI AU.

e. Turnamen olah raga/Lomba-lomba TNI AU. Perlunya TNI AU untuk mengekspos turnamen atau lomba-lomba olah raga atau lainnya yang diadakan di TNI AU dengan mengundang serta tim dari masyarakat sebagai peserta dan tentunya dengan hadiah bagi peraih juara yang menarik, karena olah raga/lomba-lomba merupakan kegiatan menarik bagi masyarakat seperti turnamen sepakbola, bola voli, basket, tennis lapangan dan lain-lain.

Langkah-langkah yang dapat diupayakan supaya TNI AU makin dikenal dan populer di tengah-tengah lingkungan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Mengundang wartawan media cetak atau televisi pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan TNI AU terutama mengenai perayaan hari-hari bersejarah TNI AU.

b. Pentak lebih giat mengulas/meliput kegiatan-kegiatan TNI AU seperti buletin, koran dan majalah untuk ikut dikonsumsi masyarakat.
c. Melaksanakan ceramah-ceramah tentang kegiatan kedirgantaraan kesekolah-sekolah, kekampus-kampus, promosi kegiatan melalui media cetak, media elektronika dan sarana promosi lainnya.

d. TNI AU beserta Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) lebih berupaya meningkatkan minat olahraga dirgantara melalui kegiatan olahraga kedirgantaraan, seperti demonstrasi olahraga dirgantara, pameran kedirgantaraan, perlombaan Ordirga, Pramuka Saka Dirgantara dan berbagai kegiatan lainnya.

e. Mengadakan Pameran kedirgantaraan merupakan suatu sarana untuk sosialisasi tentang dunia kedirgantaraan, melalui kegiatan ini diharapkan dapat menggugah semangat dan kecintaan masyarakat tentang kedirgantaraan terutama sekali mengenai olahraga dirgantara. Pada pameran kedirgantaraan ini ditampilkan bebagai jenis miniatur pesawat yang ada dalam negeri maupun pesawat luar negeri. Tak kalah pentingnya pada momen seperti ini pada siang harinya diadakan kegiatan seperti Fly pass pesawat tempur dan aeromodelling serta terjun payung oleh atlet FASI untuk menarik minat pengunjung.

f. Melaksanakan kegiatan yang berhubungan/pelayanan dengan masyarakat seperti karya bakti, pengobatan gratis, khitanan masal gratis, AMD dan lain-lain.

g. Mengadakan turnamen olah raga/lomba-lomba lainnya dengan mengundang masyarakat sebagai peserta yang tentunya dengan hadiah yang menarik.

h. Melakukan kerjasama dengan instansi lain seperti pendidikan sekolah/kuliah dengan universitas, kerjasama mengenai pelatihan-pelatihan jungle and sea survival dengan awak pesawat sipil dan lain-lain.

Senin, 27 April 2009

DISORIENTATION

Error in flight is a mistake which occurred during flight time that probably caused by the machine or aircraft, and human itself. Error problem caused by pilots commonly happens when they sensed the effect by natural phenomenon as the reaction of human’s body to every movements and manoeuvres in the air. Each person has a different physiology and tolerance to those movements. In short terms, the airspace is not human’s habitat, however, pilot has a unique criterion of physiology and they must consider the impact of these phenomenons through their bodies. In brief, this essay will show one of the error causes; disorientation.
Pilots will get disorientation when they start to trust their senses rather than aircraft’s instruments. We must realise that human’s physiology has delayed responsive to those movements in flight, therefore flight instruments are exist in every aircraft. One of the causes is the visual illusions which occur even in the good visibility and pilots experienced their illusions include Aerial Perspective Illusion, is the condition when pilot tense to change their final approach’s slope, furthermore, it caused by the different widths of the runway (up sloping or down sloping runway and up sloping or down sloping final approach terrain), the brain will translate the wrong information and makes misperception that may result an accident. The second is the Black Hole Approach Illusion which happens during final approach at night, over water area or unlighted terrain to a lighted runway beyond where the horizon is invisible. However, the pilot can be easily oriented themselves correctly using their central vision with the visible horizon. These illusions will also involve approaching runway under condition without lights before runway and with city lights or rising terrain beyond runway. Auto Kinetic Illusion is the third, which pilot will impressed that the stationery objects is moving across his path when they staring at the fixed single point of light in a totally dark and featureless background, then misinterpret that such a light is on collision course with their aircraft. The last is False Visual Reference Illusion which may cause pilot to orient their aircraft in relation to the false horizon when they are flying aver a banked cloud, night flying over featureless terrain with ground lights that are indistinguishable from a dark sky with stars, or night flying over a featureless terrain with a clearly pattern of ground lights without any stars in the sky. All in all, by experiencing sensory illusions on the ground, pilot will have better prepared to recognize those illusions, and then they will take an immediate action when it happens in flight. At least every pilot must well trained in instrument flight exercise. Moreover, they will be confidence and trust the flying instruments, and ignores all conflicting signals that given by their body.

go to school...again

sekolah...selalu sekolah, emangnya masih bodo ya mas!!Sebenarnya bukan masih bodoh, tapi saya mengakui kalau memang saya belum sepandai orang-orang pandai yang saya temui, hehe...buktinya kalau bukan karena sekolah mungkin saya baru membuat blog sendiri 5 tahun lagi,....mungkin juga baru mau beli buku baru tahun depan.Yang pasti saya dapat banyak teman, teman yang mau bareng-bareng lari pagi (kalau sendiri, malasss), dapat makan 3 kali sehari dan juga dapat ujian Rengunsista...#$##*!!Terkadang saya menyesali kenapa dulu saat masih duduk di Sekolah Dasar ketika tiba waktunya pelajaran bahasa Indonesia tentang mengarang saya tidak bisa mengoptimalkan (kontaminasi neh...) tulisan yang saya buat, jadinya sampai sekarang yaa isinya ngarang-ngarang. Nah, makanya sekolah kali ini saya optimalkan kerja otak saya supaya sekolah berikutnya gak makin ngarang-ngarang (masih bodo juga dong tahun depan), dan tidak lupa seminggu sekali di-defrag, hehehe...